Resensi Buku; Tembang Cinta para dewi, Kumpulan novelet wayang


Keluhuran Cinta Yang Hanyut
Tema Cinta masih menjadi tema tentang perfilman, drama, sinetron dan lagu. Berbagai lagu, film, sinetron tersebut selalu menghiasi layar televisi, Hp dan komputer.

Lagu cinta sangat berpengaruh pada hidup dan berkehidupan. Lagu yang menggambarkan percintaan memang menjadi primadona bagi kebanyakan orang. Bukan hanya kalangan muda-mudi saja yang merasakan kondisi seperti ini, namun banyak anak-anak di bawah umur juga ikut gandrung merasakan tema cinta. Seperti tema lagu, cinta di sini merujuk kepada percintaan terhadap lawan jenis. 

Tidak jarang sekarang kita melihat anak SD yang sudah mengetahui tentang pacaran, bahkan banyak yang sampai menjalin hubungan pacaran/jadian. Walaupun banyak dari kita menganggap bahwa cinta mereka hanyalah bisa disebut dengan cinta monyet.  

Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin tinggi juga hubungan percintaannya. Malah sering ada berita, bahwa jalinan percintaan tataran SMP dan SMA sudah melebihi batas. Banyak anak lahir diluar nikah karena ulah pasangan tersebut. Tidak mengherankan, untuk menutupi rasa malu tersebut banyak ditemukan bayi yang dibuang. Kondisi yang sangat mengerikan.

Persaingan para pecintapun sangat ketat. Bahkan banyak yang mempunyai pacar lebih dari satu. Rasa setiapun harus pupus ketika disandingkan dengan berbagai hal yang berhubungan dengan perselingkuhan. Belum lagi hubungan cinta yang naik turun yang membuat pasangan tersebut melakoni pemutusan untuk sementara. Ini akan Mengingatkan kita kepada lagu  “putus nyambung”, yang dinyanyikan oleh Bukan Bintang Biasa(BBB). Lagu yag memberi isyarat bahwa percintaan bukan sesuatu yang sakral, layaknya pakaian yang jika sudah jenuh dengan tanpa berdosa bisa untuk ditinggalkan, dan segera mengganti dengan yang baru.

Menginjak pada kehidupan para artis yang akrab dengan perceraian, karena mungkin materialistis dan glamour selalu menjadi gaya hidup. Padahal untuk acara pernikahan mereka, pastinya  dibutuhkan dana yang tidak sedikit. Ini menyangkut barang-barang yang digunakan serba mewah. Mulai dari persiapan baju pengantin, undangan, gedung, dan makanan yang disediakan. Semua serba wah. Para tamu yang datang pun harus memakai atribut yang menohok. Tamu dalam pernikahan berubah menjadi ajang persaingan materialistik, mulai baju, make up, tas dan asesoris perhiasan bahkan motor yang mereka bawa.

Kini cinta telah menjelma menjadi sesuatu yang manja. Cinta adalah sebentuk boneka, motor yang berkilau, bahkan wajah yang memukau. Berkembanglah rumor “cinta pada pandangan pertama”. Bukankah ini semata-mata pandangan fisik dan materi belaka. Para pasangan beredar di mal-mal, supermarket, tampat wisata, bahkan hotel-hotel untuk menunaikan ibadah cinta mereka. Tidak heran jika sudah melewati sekian waktu perjalanan cinta itu akan terbendung jembatan perceraian atau putus. Sebagai simbol bahwa dia telah putus cinta, jika ia perempuan maka akan memotong rambut menjadi pendek. Ini menandakan bahwa cinta mereka juga telah putus, seperti rambutnya juga telah diputus oleh gunting.

Dalam sebuah agama dan adat, cinta adalah suatu ritus suci dan sakral. Cinta bukan hanya diucapkan namun harus  dilaksanakan. Ini menyangkut keberlangsungan hidup bersama melalui pernikahan.  Pernikahan mengajarkan kasih sayang, percintaan dan perenungan. Bukan hanya sebatas ragawi namun juga hubungan jiwa. Kita bisa membuka kembali buku, “Tembang Cinta para dewi, Kumpulan novelet wayang” yang ditulis Oleh Naning Pranoto, Terbitan Balai Pustaka. Percintaan yang berujung kepada pernikahan merupakan sakralitas dari peraga itu sendiri.

Bisa dibuka halaman 110. Diakhir cerita berjudul “Ketika Srikandi Jatuh Cinta”, di bagian akhir menuliskan berbagai tanya jawab antara Arjuna dan Srikandi tentang lamaran. Arjuna harus bisa menjawab pertanyaan Srikandi sebagai penundukan rasa sebelum menjadikannya sebagai istri. Tanya jawab itu terjadi setelah selesai peperangan melawan Prabu Jungkungmardea yang akan menghancurkan kerajaan bapak Srikandi karean lamarannya terhadap srikandi tertolak.

Arjuna selalu menjawab pertanyaan Srikandi dengan keteguhan hatinya, karena memang itu sudah menjadi takdir dari yang kuasa yang harus dilaluinya.  Berbagai pertanyaan tengan cinta, suami istri dan keturunan berhasil dijawab oleh Arjuna. Termasuk pertanyaan mengenai lamarannya.

Srikandi memberi penjelasan, “Yang penting bagi saya ialah, bahwa kakanda Arjuna adalah Satriya Lelananging Jagad. Artinya, satria yang bersedia mengabdi kepada rakyat banyak, yang nasibnya sengsara dan menderita. Bila kakanda selalu mengabdi kepada keagungan dan kebajikan demi orang banyak, aku akan bersedia mengabdikan hidupku, seluruhnya, untukmu!”

Srikandi membuktikan bahwa cinta yang dihadirkannya kepada Arjuna bukan semata atas nama kemolekan tubuh yang dimiliki Arjuna dan trah keturunan Arjuna, melainkan sikap seorang satria yang selalu mengabdi kepada orang kecil. Kesetiaan digunakan Srikandi sebagai senjata untuk sumber semangat yang kelak akan menumbuhkan cinta yang luhur. Kesetiaan cinta Srikandi menghubungkan antara tali pernikahan dan kepentingan rakyat banyak. Kini, Kesetiaan menjadi batas pembeda antara kemuliaan cinta dengan percintaan kaum muda sekarang.

Oleh bisri nuryadi


Share :

Facebook Twitter Google+
0 Komentar untuk "Resensi Buku; Tembang Cinta para dewi, Kumpulan novelet wayang"

Back To Top